Informasi / Berita Terkini / Mengenal Antimicrobial Resistance (AMR): Ancaman Global Kesehatan Manusia dan Hewan
Antimicrobial Resistance (AMR) telah menjadi masalah serta ancaman global bagi kesehatan manusia dan hewan. AMR adalah kondisi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, fungi dan parasit menjadi resisten atau kebal terhadap antimikroba (antibiotik, antivirus, antifungal, antiparasit) yang sebelumnya efektif untuk mencegah atau membunuh mikroorganisme tersebut. Dengan kata lain, antimikroba yang sebelumnya dapat mengatasi infeksi akibat suatu mikroorganisme menjadi tidak efektif atau berkurang efikasinya.
AMR terjadi secara alami dan secara umum melalui perubahan genetik. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pemicu utama AMR adalah penyalahgunaan dan penggunaan berlebih terhadap antimikroba, kurangnya akses untuk air bersih, sanitasi dan higiene pada manusia dan hewan, pencegahan dan pengendalian infeksi yang buruk pada fasilitas kesehatan dan peternakan, akses yang kurang terhadap obat-obatan, vaksin dan alat diagnosis yang berkualitas, kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang AMR, dan kurangnya penerapan kebijakan atau peraturan mengenai penggunaan antimikroba. Selain itu, gen resisten suatu mikroorganisme dapat diturunkan atau diwariskan secara vertikal dan dapat pula disebar secara horisontal pada mikroorganisme lain melalui mekanisme tertentu.
Perkembangan resistensi mikroorganisme terhadap antimikroba yang terjadi dengan cepat dan tidak diimbangi dengan penemuan dan perkembangan agen antimikroba baru atau alternatif menjadikan AMR sebagai ancaman serius bagi kesehatan global. Samreen et al., dalam kajiannya menyatakan apabila AMR gagal dikendalikan maka pada tahun 2050 angka kematian yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme resisten dapat mencapai 10 juta kematian per tahun.
AMR akan menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas penyakit akibat mikroorganisme pada manusia dan hewan. Peningkatan ini tentu saja diakibatkan tidak atau kurang efektifnya pengobatan melalui antimikroba yang sebelumnya dapat digunakan. Bahkan, apabila suatu mikroorganisme patogen menjadi betul-betul resisten terhadap antimikorba dan tidak diimbangi dengan ditemukannya antimikroba baru atau alternatifnya, maka penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen tersebut menjadi tidak dapat diobati. Selain itu, akibat efikasi antimikroba yang berkurang, masa penyembuhan suatu penyakit akan menjadi lebih lama dan memerlukan dosis antimikroba yang lebih tinggi.
WHO mencatat beberapa mikroorganisme patogen telah mengalami resistensi. Escherichia coli mengalami resistensi dengan derajat yang bervariasi terhadap antibiotik ciprofloxacin, fluoroquinolone, carbapenem, dan chepalosporin generasi 3, dan Mycobacterium tuberculosis yang mengalami resistensi terhadap rifampicin. Retrovirus (misalnya HIV) juga dilaporkan mengalami resistensi terhadap antiretroviral. Parasit Plasmodium falciparum (penyebab malaria pada manusia) mengalami resistensi terhadap artemisinin (antimalaria). Kemudian ada pula fungi Candida auris yang mengalami resistensi terhadap beberapa antifungal seperti fluconazole, amphotericin B, voriconazole dan caspofungin.
Jika terus dibiarkan tanpa pengendalian yang efektif, AMR dapat menyebabkan sebagian besar antimikroba, yang saat ini beredar di seluruh dunia dan efektif mengobati berbagai penyakit akibat mikroorganisme, akan menjadi tidak berguna di masa yang akan datang.
Secara ekonomi, AMR akan menyebabkan peningkatan biaya kesehatan, baik pada manusia maupun hewan. Peningkatan biaya kesehatan dapat disebabkan karena masa penyembuhan dan perawatan yang lebih lama, jumlah antimikroba yang diperlukan menjadi lebih banyak, perlu antimikroba baru atau alternatif dengan biaya yang lebih tinggi, proses diagnosis penyakit yang lebih kompleks, dan biaya jasa penyedia layanan kesehatan yang menjadi lebih tinggi.
AMR adalah suatu masalah yang kompleks sehingga dalam pengendaliannya diperlukan pendekatan multisektoral. Pada tahun 2017, seluruh negara anggota WHO termasuk Indonesia diwajibkan memiliki Rencana Aksi Nasional terhadap AMR yang sejalan dengan Rencana Aksi Global WHO. Rencana Aksi Nasional Indonesia terhadap AMR mencakup kegiatan membangun kesadaran, menyelenggarakan surveilans dan penelitian, melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi, memperbaiki higiene dan sanitasi, penggunaan antimikroba secara bijak, dan pengembangan investasi yang berkesinambungan.
(Penulis: Jesiaman Silaban, BBVet Wates)
Referensi
Samreen, Iqbal Ahmad, Hesham A. Malak, Hussein H. Abulreesh. 2021. Environmental antimicrobial resistance and its drivers: a potential threat to public health. Elsevier: Journal of Global Antimicrobial Resistance 27 (2021) 101-111
Tillotson GS, Zinner SH. 2017. Burden of antimicrobial resistance in an era of decreasing susceptibility. Expert Rev Anti Infect Ther 15 (2017) 663-676
World Health Organization (WHO). 2020. Antimicrobial resistance. Retrieved from https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/antimicrobial-resistance